Senin, 28 November 2011

NHTPembelajaran Metode NHT

 a.       Pengertian Pembelajaran Metode NHT Numbered Heads Together merupakan tipe dari model pengajaran kooperatif pendekatan struktural, adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spancer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut, (Ibrahim dkk, 2000:28). Menurut Anita Lie (2002:59) pengertian Numbered Heads Together (NHT) atau kepala bernomor adalah suatu tipe dari pengajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide -ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu Numbered Heads Together juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Model ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan peserta didik. Satu aspek penting dalam pengajaran kooperatif adalah bahwa di samping pengajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik diantara siswa, pengajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam pengajaran akademis mereka. Slavin dalam penelitiannya mengemukakan “bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tehnik - tehnik pengajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar“, (Ibrahim dkk, 2000:16). Sehingga model pengajaran kooperatif sangat baik digunakan untuk siswa yang berkemampuan rendah, sedang, maupun tinggi. Peranan metode Numbered Heads Together dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:[1] 1)        Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas 2)        Menempatkan siswa secara heterogen dalam kelompok-kelompok kecil 3)        Menyampaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, baik tugas individu maupun kelompok 4)        Memantau kerja kelompok 5)        Mengevaluasi hasil belajar  b.      Langkah-langkah Pembelajaran NHT Menurut Ibrahim dkk (2002:28), untuk mengoptimalkan pelaksanaan pengajaran Numbered Heads Together guru menggunakan empat langkah, empat langkah tersebut adalah sebagai berikut : 1)      Penomoran Guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4 sampai 5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok tersebut, diberi nomor antara  4 sampai dengan 5. 2)      Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa, pertanyaan tersebut dapat bervariasi atau spesifik. 3)        Berfikir bersamaan Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan setiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. 4)      Menjawab Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang merasa nomornya dipanggil mengacungkan jari dan mencoba menjawab pertanyaan tersebut untuk seluruh kelas.  c.       Kelebihan dan Kekurangan Metode NHT Adapun kelebihan-kelebihan metode NHT adalah : 1)        Memberi Motivasi Menurut Woodworth dan Marques (2000) motivasi adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi disekitarnya. Segala sesuatu yang baru dan segala perubahan dapat menumbuhkan motivasi. Begitu juga dengan metode NHT, dengan pemberian

Sabtu, 19 November 2011

Devinisi Belajar

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Devinisi prestasi belajar Slameto (2003:10) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar.
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut Anwar (2005:8-9) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terrencana  untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan.
Prestasi belajar tidak hanya dapat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi siswa namun aspek kemauan dan bakat menjadi hal yang dapat menentukan prestasi belajar akan meningkat. Dengan kata lain prestasi belajar yang tinggi akan dapat terwujud jika proses belajarnya ditunjang dengan berbagai faktor lain yang memungkinkannya untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal (Hakim, 2010:14)
Adapun ukuran atau indikator yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah :
1. Intelegensi
Slameto (2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
2. Perhatian
Menurut al-Ghazali dalam Slameto (2003 : 56) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan obyek.
3. Motivasi
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari diri pribadi manusia itu sendiri yang membawa pengaruh terhadap hasil belajar. Faktor internal ini terbagi dua  yaitu psikologis dan fisiologis.
Adapun faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari:
Bakat Dan Intelegensi
Merupakan faktor yang dapat menetukan tinggi rendahnya prestasi belajar. Bakat adalah kemampuan tertentu yang dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Poerwanto (dalam Mayuddin, 2010:12) mengatakan bahwa ”Bakat dalam hal ini lebih dengan kata aptitude yang berarti kecakapan pembawaan yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-potensi) yang tertentu.” Intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan pada diri seseorang. Purwanto (dalam Mayuddin, 2010:13) menyebutkan bahwa ”Kemampuan  yang dibawa sejak lahir  yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.”
Jika siswa barbakat dalam bidang suatu bidang studi dan memiliki intelegensi tinggi, dapat diharapkan siswa tersebut akan memiliki kemampuan yang lebih tinggi. Karena siswa itu lebih mudah memahami persoalan-persoalan yang ada dalam bidang studi tersebut.
Minat
Pada umumnya minat yang tinggi akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi pula, artinya bila siswa belajar dengan penuh dengan minat akan membantu  pemusatan pikiran dan kegembiraan dalam belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Slameto (dalam Mayuddin, 2010:13) ”Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggap penting, dan bila siswa melihat banyak hasil dari pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar dia akan berminat untuk mempelajarinya.”
Begitu juga apabila siswa kurang berminat, maka kegiatan belajar yang dilakukan yang berhubungan dengan pelajaran tersebut dengan sendirinya akan berkurang pula sehingga siswa akan mencapai prestasi yang rendah pula. Minat erat kaitannya dengan kebutuhan, dalam hal ini minat sangat dipengaruhi oleh kebutuhan. Apabila seseorang membutuhkan sesesuatu, maka dengan sendirinya ia akan menaruh minat untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Aktivitas-aktivitas yang dapat memenuhi sendiri tanpa perlu dorongan orang lain. Dalam masalah ini Nurkancana (dalam Mayuddin, 2010:14) mengemukakan bahwa ”Minat yang timbul dari kebutuhan anak-anak akan merupakan faktor pendorong  dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukan  cukup menarik  minatnya.”
Apabila ada minat maka sesuatu aktivitas akan dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya paksaan bagi dirinya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kartini (dalam Mayuddin, 2010:14) menjelaskan bahwa ”Bila belajar tidak sesuai dengan minat anak, maka anak tidak belajar dengan sebaik-baiknya.” Minat dari uraian di atas sangatlah berpengaruh terhadap kemauan siswa dalam belajar, dan apabila minatnya besar pada belajar maka hasil belajarnyapun akan meningkat.
c.       Motivasi
Faktor motivasi juga mempengaruhi seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan. Dalam hal ini motivasi oleh Fransen dan Maslow (dalam Mayuddin,2010:14) mengemukakan sebagai berikut:
1)      Adanya sifat ingin tahu
2)      Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang lain
3)      Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan dengan usaha yang baru
4)      Adanya untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
5)      Adanya ganjaran baru untuk hukuman
6)      Adanya kebutuhan fisik
7)      Adanya kebututuhan untuk mendapatkan kehormatan dari masyarakat
8)      Adanya keinginan yang harus tercapai

Dengan adanya motifasi pada diri siswa, tingkat kemeuan belajarnya semakin baik. Apabila motifasi ini tidak cukup dalam mendukung belajarnya maka prestasi belajarnya pun semakin menurun.
Emosional
Emosional seseorang disebabkan oleh keadaan seseorang yang emosi yang tidak stabil misalnya rasa cemas, rendah diri, rasa jiwanya tertekan, dan lain-lain. Emosional adalah bagian dari perasaan belum tentu emosi. menurut Thanthowi (dalam Mayuddin, 2010:15) mengemukakan:
”Berhasilnya pendidikan tidak hanya semata tergantung pada tingkat kecerdasan anak. Faktor emosi teryata ikut mempengaruhi, seperti rasa takut, benci atau bosan  terhadap bahan atau  mata pelajaran. Sifat mudah putus asa didalam melakukan tugas, kecemasan yang terus menerus dan sebagainya akan sangat mempengaruhi prestasi belajar anak.”

Faktor emosi sangat basar pengaruh dalam prestasi belajar. Anak yang selalu bersikap optimis akan selalu dibayangi rasa keberhasilan, begiti jaga sebaliknya dengan anak yang merasa pesimis selalu dibayangi kegagalan. Apabila emosi tersebut tidak dapat dikendalikan secara dini, maka siswa nantinya akan merasa takut dan merasa benci dengan apa yang ia kerjakan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah hal-hal atau situasi dari luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi belajar. Menurut Slameto (dalam Mayuddin, 2010:15) ”Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang ada tiga kelompok  yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.”
a.       Faktor Keluarga
Faktor keluarga mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, karena orang tua mempunyai peran yang sangat besar seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (dalam Mayuddin, 2010:15) bahwa ”Orang tua yang dapat mendidik anak-anaknya dengan cara memberi pendidikan yang baik tentu akan sukses dalam belajarnya. Sebaiknya orang tua yang tidak menginginkan pendidikan anak-anaknya, acuh dan tak acuh, bahkan tidak memperlihatkan sama sekali, tentu tidak akan berhasil dengan baik.”
Peran keluarga dalam pendidikan sangat dominan seperti halnya pengaruh orang tua terhadap anak-anaknya, cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana keluarga, dan keadaan ekonomi keluarga.
b.      Faktor Sekolah Atau  Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan pusat tempat pengembangan ilmu, lembaga pendidikan juga mempengaruhi prestasi belajar anak. Adapun hal yang dapat mempengaruhi proses belajar dari faktor ini adalah.
1.      Guru
Guru yang efektif guru yang berhasil mencapai sasaran yang dituntut  dirinya yang berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki, dalam proses belajar mengajar guru yang efektif sangat mendukung prestasi anak didik, sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh guru sangat mempengaruhi dalam pendidikan. Guru selain sebagai pengajar juga guru adalah sebagai pendidik, guru harus dapat memotivasi  siswa,  membangkitkan minat siswa dalam meningkatkan prestasi  belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Soejono (dalam Mayuddin, 2010:16) yaitu ”Motif adalah kekuatan atau daya pendorong yang menyebabkan seseorang yang bergerak  ke arah tertentu. ”
Minat seseorang mendorong ia berbuat sesuatu, minat siswa terhadap sesuatu pelajaran mendorong siswa tersebut. Jadi minat berperan atau berfungsi sebagai pendorong  yang menyebabkan siswa berbuat dan belajar lebih giat, sehingga minat dapat juga dipandang motif. Apabila siswa tidak termotivasi dengan baik maka, siswa tersebut cenderung bermalas-malasan dalam belajar. Dengan meningkatnya motifasi, maka prestasi belajarnya akan meningkat pula sesuai motif yang diberikan guru terhadap siswa tersebut.
2.      Metode Mengajar
Mengajar sains merupakan satu kegiatan pengajar agar peserta didiknya belajar untuk mendapatkan pengetahuan sains yang meliputi kemampuan, keterampilan dan sikap yang dipilih harus relevan dengan tujuan belajar yang disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Ini dimaksud agar menjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi ini akan terjadi bila menggunakan cara yang cocok yang disebut dengan metode mengajar sains.
3.      Fasilitas Belajar
            Fasilitas sekolah yang memadai ikut mempengaruhi proses belajar mengajar. Perlengkapan ini tidak boleh diabaikan karena dalam proses belajar mengajar membutuhkan peralaratan atau fasilitas pendidikan yang mencukupi yang dapat menunjang proses belajar mengajar. Mengenai hal ini Kartono (dalam Mayuddin, 2010:17) berpendapat bahwa ”Lengkap dan tidaknya peralatan belajar, baik yang dimiliki siswa itu sendiri maupun yang dimiliki sekolah dapat menimbulkan akibat tertentu terhadap prestasi siswa. Kekurangan peralatan belajar dapat membawa akibat yang negatif.” Kekurangan sarana belajar bagi siswa akan membuat siswa tidak kreatif dalam menggunakan alat peraga. Alat peraga sebagai penunjang dalam prestasi  belajar.
4.      Disiplin Sekolah
Disiplin sekolah yang baik akan membawa kebiasaan dan melatih anak didik untuk berdisiplin. Disiplin yang dilaksanakan dengan baik yang diperoleh hasil yang sesuai dengan  yang diharapkan. Oleh karena itu kedisiplinan lembaga pendidikan sangat menentukan karena sikap siswa dapat berpengaruh dengan kedisiplinan sekolah dan membawa dampak kepada prestasi belajar.
Slameto (dalam Mayuddin, 2010:18) menjelaskan bahwa ”Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan  disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itu juga memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya, banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang diperhatikan, sehingga mempengaruhi sikap siswa dalam belajar.”
            Disiplin merupakan kunci keberhasilan. Dengan adanya disiplin siswa nantinya dapat melakukan sesuai yang diharapkan. Kejadian-kejadian yang tidak diinginkan banyak sedikitnya dipengaruhi oleh ketidak disiplinan seorang guru dalam memberikan pembelajaran. Disiplin sangat berpengaruh dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang lebih baik.
c.       Faktor Masyarakat
Masyarakat sangat mempengaruhi prestasi belajar, karena selain di sekolah siswa juga bergaul dalam masyarakat yang sehari-harinya terbawa bagaimana keadaan masyarakat di sekitarnya. Diantara sekalian banyak faktor dan lingkungan masyarakat yang lebih dominan mempengaruhi prestasi belajar anak adalah bagaimana kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, pola kehidupan masyarakat dan teman bargaul.
4. Minat Belajar
a. Pengertian Minat Belajar
Minat berperan sangat penting dalam kehidupan peserta didik dan mempunyai dampak yang besar terhadap sikap dan perilaku. Siswa yang berminat terhadap kegiatan belajar akan berusaha lebih keras dibandingkan siswa yang kurang berminat.
Menurut Slameto (2003 : 57) minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati siswa, diperhatikan terus-menerus yang disertai rasa senang dan diperoleh rasa kepuasan. Lebih lanjut dijelaskan minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan tertarik pada sesuatu yang relatif tetap untuk lebih memperhatikan dan mengingat secara terus-menerus yang diikuti rasa senang untuk memperoleh suatu kepuasan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
b. Ciri-ciri Siswa Berminat dalam Belajar
Menurut Slameto (2003 :58) siswa yang berminat dalam belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.
2) Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.
3) Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati. Ada rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati.
4) Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya.
5) Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.
a. Membangkitkan Minat Belajar Siswa di Sekolah
Minat sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar, karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat, siswa tidak akan belajar dengan baik sebab tidak menarik baginya. Siswa akan malas belajar dan tidak akan mendapatkan kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari sehingga dapat mingkatkan prestasi belajar.
Minat terhadap sesuatu hal tidak merupakan yang hakiki untuk dapat mempelajari hal tersebut, asumsi umum menyatakan bahwa minat akan membantu seseorang mempelajarinya. Membangkitkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajari dengan diri sendiri sebagai individu.
Menurut Slameto (2003 :180) proses ini berarti menunjukkan pada siswa bagaimana penetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, dan memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan yang dianggap penting, dan bila siswa melihat bahwa hasil dari pengalaman belajar akan membawa kemajuan pada dirinya, ia akan lebih berminat untuk mempelajarinya.
Minat pada dasarnya merupakan penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri, semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya.

Jika terdapat siswa yang kurang berminat dalam belajar dapat diusahakan agar mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupannya serta berhubungan dengan cita-cita yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap pelajaran mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi minat-minat baru. Menurut ilmuwan pendidikan cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat belajar pada siswa adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada dan membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Hal ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaan bagi siswa dimasa yang akan datang. Minat dapat dibangkitkan dengan cara menghubungkan materi pelajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.
Belajar dapat dilakukan dengan semangat apabila siswa memiliki minat belajar.”Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”(Djamarah,2002 :132). Seorang siswa yang memiliki minat terhadap mata pelajaran bisa meningkatkan hasil belajarnya, sedangkan yang tidak mempunyai minat akan sulit meningkatkan hasil belajarnya sehingga prestasi belajar tidak berhasil diraih. Pendidik mempunyai tugas untuk membengkitkan minat belajar siswa agar prestasinya meningkat dengan cara :
1. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.
2. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan denan persoalan pengalaman yang dimiliki anak, sehingga anak didik mudah menerima pelajaran.
3. Memberikan kesempatan pada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.
4. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik.

Jumat, 18 November 2011

Jamu Asam Urat

Pengalaman Diri
Alhamdulillah atas izin Allah SWT, setelah minum ramuan tersebut dalam hitungan minggu dengan penuh kesabaran sekarang sembuh (meskipun kadang masih terasa tetapi setelah minum jamu ini sembuh).Untuk itu karena sekarang Asam Urat menjadi salah satu penyakit yang ngetrend, karenanya saya ingin berbagi pengalaman ini.
Semoga bermanfaat, saran dan sumbangsih para ahli kami harapkan.
 Inilah ramuannya (dari tumbuh-tumbuhan dalam bahasaku):
Bahan
  • Pane Gowang                                                     + 1 genggam
  • Kangkung-kangkungan                                        + 1 genggam
  • Kamijara/serai                                                  + 5 batang
  • Kencur                                                              + 1 ibu jari kaki dewasa
  • Bedogol Kapulaga                                              + 2 buah
  • Manisjangan (kayumanis)                                  sesuai selera
  • Akar jambe jangan terlalu tua/muda                  + 2 batang
Cara Pembuatannya
Bahan-bahan tersebut direbus dengan air + 8 gelas (ukuran 220ml) sampai mendidih.
Penggunaan
Minum 3 kali sehari 1 gelas , (pagi, siang, sore) secara rutin
Catatan
Bila air ramuan sudah habis bisa diulang dengan 4 gelas air, setelah itu ganti ramuan yang baru.
Mohon hindari udang

Hanya Allah SWT yang memberi kesembuhan, manusia hanya ikhtiar.

Rabu, 16 November 2011

Contoh Laporan Pelaksanaan Praktik Program Kegiatan Kepemudaan

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi sekarang ini kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat pesat. Kemajuan tersebut terutama dalam bidang komputer. Kemampuan menggunakan komputer sangat diperlukan dalam pekerjaan kehidupan sehari-hari.
Di kalangan pemuda sendiri khususnya, kebutuhan akan kemampuan menggunakan komputer sangat terasa untuk menambah pengetahuan. Kemampuan tersebut tidak hanya mengenal komputer secara global, melainkan juga dituntut mampu mengoperasikan komputer.
Keterbatasan kemampuan biaya untuk mengimbangi kemauan yang ada untuk belajar komputer (kursus) yang berbayar juga menjadi kendala tersendiri. Berdasar hal ini dipandang perlu suatu pelatihan komputer yang diharapkan dapat berguna bagi pemuda, sehingga dapat terbentuk pemuda yang berkualitas yang dapat mengaplikasikan komputer sebagai salah satu bekal mencari pekerjaan yang berhubungan dengan perangkat komputer.
A.     Latar Belakang
Latar belakang diadakannya kegiatan pelatihan komputer yang melibatkan para pemuda Karang Taruna ........................... adalah :
1.      Bahwa mahasiswa .............................. mendapatkan mata kuliah Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan dimana dalam proses evaluasi atau penilaian akhir perkuliahan dilaksanakan dengan ujian teori dalam bentuk ............................
2.     Dalam mata kuliah Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan terdapat kegiatan praktik, salah satunya program pembinaan kepemudaan.
3.   Setelah dilakukan identifikasi minat ternyata sebagian besar anggota ........................... menghendaki adanya pelatihan komputer.
4.      Memberikan bekal kepada pemuda untuk memasuki dunia kerja dengan keterampilan praktis.

B.     Tujuan
Tujuan dilaksananya kegiatan Pembinaan Kepemudaan dalam bentuk pelatihan ini adalah:
1.      Warga belajar mempunyai pengetahuan tentang keterampilan praktis yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan atau masyarakat.
2.     Memberikan bekal kepada pemuda untuk memasuki dunia kerja dengan keterampilan praktis yang dimilikinya.

BAB II
PELAKSANAAN PROGRAM

A.           Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Berdasar musyawarah bersama dengan warga belajar (peserta pelatihan) yang dibina, sebagai tempat pelaksanaan pelatihan bertempat di ..........................., dengan pertimbangan ........................... terdapat perangkat komputer dan warga belajar berdomisili di lingkungan ............................
Kegitan dilaksanakan enam kali pertemuan setiap hari ........................... sampai dengan ........................... setiap pukul 14.30 WIB sampai dengan 16.30 WIB.

B.      Materi Pelatihan
Materi pelatihan ini meliputi:
1.      Teori
a.  Teori pengenalan perangkat komputer.
b. Teori Office Word
c. Teori Office Excel
d. ICT 
2. Sumber materi diperoleh dari internet, sebagaimana tertulis di bawah ini.
3.      Praktik dari teori sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan sesuai dengan jadwal kegiatan.


BAB III
TEMUAN DAN HASIL
A.     Temuan Hasil Proses
Selama dalam proses kegiatan pelaksanaan pelatihan yang dijalankan ditemukan beberapa temuan yang berhubungan dengan warga binaan, antara lain:
1.     Latar pendidikan yang tidak sama, sehingga untuk memahami istilah-istilah komputer sangat heterogen.
2.      Ada warga binaan yang sudah pernah mendapatkan pelajaran komputer.
3.      Warga binaan belum seluruhnya memiliki perangkat komputer.
4.      Minat dan kemauan warga binaan sangat besar untuk bisa mengoperasikan komputer.
5.      Warga binaan merasa sangat mendapatkan manfaat dengan adanya pelatihan ini.

B.     Temuan Hasil Evaluasi Praktik
Dari kegiatan yang dijalankan warga binaan secara umum sudah menunjukkan hasil yang baik, meskipun sebagian merasa pelatihan hal baru tetapi karena warga binaan memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar komputer apalagi bagi warga binaan yang masih mengikuti pendidikan di SLTP maupun SLTA sangat bermanfaat, bahkan ada keiinginan warga binaan bukan hanya pelatihan program word dan excel saja tetapi juga bentuk program yang lain.
C.      Pembahasan
Untuk mengatasi temuan yang ada, kami melakukan berbagai cara yang dapat dijadikan bahan pemecahan masalah yang timbul dari kegiatan pelatihan yang kami selengarakan, diantaranya:
  1. Lebih mengutamakan kegiatan praktik daripada teori.
  2. Mahasiswa menyediakan perangkat komputer berbanding 1 : 2
  3. Pelatihan berkesinambungan, tidak hanya pada saat sekarang saja tetapi tetap membuka kesempatan kepada warga binaan untuk tetap berlatih.
  4. Menyarankan dan mengarahkan pada warga binaan untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut pada LPTK sehingga warga binaan memiliki sertifikat keahlian.

D.     Gambaran Keaktifan Peserta
Dari kegiatan yang telah dijadwalkan dapat dilihat warga binaan dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan sangat aktif bahkan sampai pemuda yang tidak masuk dalam kelompok warga binaan memberikan respon yang sangat baik.

BAB IV
PENUTUP

A.      Simpulan
Dari kegiatan yang telah kami laksanakan, dapat kami simpulkan beberapa hal yang baik untuk mahasiswa sebagai pembina maupun warga belajar sebagai sasaran binaan yaitu:
  1. Mahasiswa dapat belajar, bersosialisasi dan berpartisipasi dengan masyarakat secara langsung.
  2. Warga binaan dapat mengambil manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan secara baik.
  3. Kegiatan ini dapat menjadi motivasi generasi muda sekitar untuk mengikuti kegiatan ini.
  4. Warga binaan memiliki keterampilan praktis ini yang dapat menjadi bekal memasuki dunia kerja.

B.     Saran
Agar kemampuan warga binaan dapat selalu berkembang kemampuan dan dapat memasuki dunia kerja, warga belajar perlu mengikuti kegiatan lanjut pelatihan atau kursus melalui LPTK.
C.    Tindak Lanjut
Untuk menindaklanjuti kegiatan ini terutama bagi warga binaan yang tidak memiliki kemampuan finasial, kami melakukan pembinaan lebih lanjut dengan pelatihan sekali dalam seminggu.

Model-model Pembelajaran Kooperatif

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A.     Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Abdurrahman dan Bintoro memberi batasan model pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata (Nurhadi dan Senduk, 2003: 60).
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang diupayakan untuk dapat meningkatkan peran serta siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berinteraksi dan belajar secara bersama meskipun mereka berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda.
B.     Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif didasarkan teori konstruktivistik, bahwa siswa dapat menemukan dan memahami konsep-konsep yang dipelajari dengan cara mongkonsrruksi pengalamannya. Usaha untuk mengkonsrruksi pengalaman akan lebih mudah dilakukan jika mereka melakukannya dengan bekerja sama. Menurut Arends (2008: 37), akar intelektual pembelajaran kooperatif berasal dari tradisi pendidikan yang menekankan pemikiran dan praktis demokratis: belajar secara aktif, perilaku kooperatif, dan menghormati pluralisme di masyarakat yang multikultural.
C.     Unsur-unsur Pokok Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 unsur pokok model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. adanya peserta dalam kelompok, 2. adanya aturan kelompok, 3. adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan 4.  adanya tujuan yang akan dicapai (Sanjaya, 2009: 241).
1.    Adanya Peserta dalam Kelompok
Peserta pembelajaran kooperatif adalah para siswa yang melakukan kegiatan belajar secara berkelompok. Pengelompokan siswa bisa dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya minat, bakat  kemampuan akademis, dst. Pertimbangan apapun yang dipilih dalam mengelompokkan siswa, tujuan pembelajaran harus yang diutamakan.
2.    Adanya Aturan Kelompok
Aturan kelompok merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok.
3.    Adanya Upaya Belajar Setiap Anggota Kelompok
Upaya belajar merupakan segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan, baik kemampuan yang telah dimiliki, maupun kemampuan yang baru. Aktivitas belajar siswa dilakukan secara berkelompok, sehingga diantara mereka terjadi saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan.
4.    Adanya Tujuan yang Akan Dicapai
Aspek tujuan dalam model pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberikanb arah pada perencanaan, pelaksanaan, dan juga evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap aktivitas belajar.
D.    Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan. Elemen-elemen yang sekaligus merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi (Nurhadi dan Senduk, 2003: 60). Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen.
1.    Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif adalah hubungan yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil yang optimal, yang dicapai melalui: a. saling ketergantungan pencapaian tujuan, b. saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, c. saling ketergantungan bahan atau sumber belajar,  d. saling ketergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah.
2.    Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka terwujud dengan adanya dialog yang dilakukan bukan hanya antara siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar. Fakta seperti itu dibutuhkan karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa.  
3.    Akuntabilitas Individual
Pembelajaran kooperatif terwujud dalam bentuk belajar kelompok. Meskipun demikian penilaian tertuju pada penguasaan materi belajar secara individual. Hasil penilaian pada kemampuan individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa diantara mereka yang memerlukan bantuan dan yang dapat memberikan bantuan.
4.    Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan menjalin hubungan antar pribadi   (interpersonal relationship) dikembangkan. Pengembangan kemampuan tersebut dilakukan dengan melatih siswa untuk bersikap tenggang rasa, sopan, mengkritik ide bukan pribadi, tidak mendominasi pembicaraan, menghargai pendapat orang lain, dst.        
E.    Dasar Pertimbangan Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sanjaya, 2009: 243), yaitu sebagai berikut.
1.   Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping usaha individudual dalam belajar.
2.    Guru menghendaki seluruh siswa berhasil dalam belajar.
3.    Guru ingin menunjukkan pada siswa bahwa siswa dapat belajar dari temannya,
4.    Guru ingin mengembangkan kemampuan komunikasi siswa.
5.   Guru menghendaki motivasi dan partisipasi siswa dalam belajar meningkat
6.    Guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.  
F.     Variasi-variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 metode yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007: 49). Keempat metode dimaksud adalah: metode STAD, Metode Jigsaw, Metode GI (group investigation), dan metode struktural.
1.    Metode STAD
a.  Karakteristik Metode STAD
STAD kependekan dari Student Team Achievement Divisions. Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dkk. dari Universitas  John Hopkins. Dalam metode STAD guru  membagi siswa suatu kelas menjadi beberapa kelompok kecil atau tim belajar dengan jumlah anggota setiap kelompok 4 atau 5 orang siswa secara heterogen. Setiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan saling membantu untuk menguasai materi ajar melalui Tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara individual atau kelompok setiap satu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap materi yang telah mereka pelajari. Setelah itu seluru siswa dalam kelas tersebut diberikan materi tes tentang materi  ajar yang telah mereka pelajari. Pada saat menjalani tes mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
b.  Sintaks Metode STAD
Sintaks metode STAD terdiri atas 6 fase (Trianto, 2007: 54), yaitu sebagai berikut ini.
  Fase ke-1: menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk aktif belajar.
  Fase ke-2: menyajikan materi ajar kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan bacaan.
  Fase ke-3: menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar .
  Fase ke-4: membimbing setiap kelompok belajar untuk belajar dan bekerja.
  Fase ke-5: mengevaluasi hasil belajar dan kerja masing-masing kelompok.
  Fase ke-6: Guru memberikan penghargaan pada para siswa baik sebagai individu maupun kelompok, baik karena usaha yang telah mereka lakukan maupun karena hasil yang telah meerka capai. 
2.    Metode Jigsaw
a.  Karakteristik Metode Jigsaw
Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya (Arends, 2008: 13). Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen. Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topic tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut kelompok ahli (expert group).
b.  Sintaks metode Jigsaw
Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut.
Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi  beberapa kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
Fase ke-2:  Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru.
Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi tanggung jawabnya.
Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home teams) untuk membantu kelompoknya.
Fase ke-6:  Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual.
3.    Metode Invenstigasi Kelompok (Group Investigation)
a.  Karakteristik metode investigasi kelompok
Metode investigasi kelompok dirancang oleh Herbert Thalen dan metode pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diimplementasikan (Arends, 2008: 14). Kompleksitas dan sulitnya implementasi metode ini dikarenakan keterlibatan siswa dalam merencanakan topik-topik materi ajar maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Pada metode investigasi kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok secara heterogen yang masing-masing beranggota 5 atau 6 orang siswa. Siswa memilih topik-topik tertentu untuk dipelajari, melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih kemudian menyiapkan dan mempresentasikan hasil belajar di kelas.
b.  Sintaks metode investigasi kelompok
Sharan dkk. sebagaimana pendapatnya dikutip Arends (2008: 14) mendeskripsikan 6 langkah metode investigasi kelompok sebagai berikut.
Fase ke-1: pemilihan topik
Siswa memilih sub-sub topik tertentu dalam bidang permasalahan umum yang biasanya dibahas oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggota 5 atau 6 orang.
Fase ke-2: perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan sub-sub topik yang telah dipilih.
Fase ke-3: implementasi
Siswa melaksanakan rencana yang diformulasikan pada fase ke-2.
Fase ke-4: analisis dan sintesis
Sisma menganalisis dan mensistesis informasi yang diperoleh pada kegiatan fase ke-3.
Fase ke-5: presentasi hasil akhir
Beberapa atau semua kelompok melakukan presentasi di kelas tentang topik-topik yang mereka pelajari di bawah koordinasi guru. 
Fase ke-6: evaluasi
Siswa dan guru mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok terhadap kerja kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat dilakukan secara individual, kelompok, atau keduanya.
4.    Metode Struktural
a.    Karakteristik metode struktural
Metode struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan dkk.  Meskipun  memiliki banyak persamaan dengan metode lainnya, metode structural menekankan penggunaan struktur tertent yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dua macam struktur yang dapat dipilih guru untuk melaksanakan metode structural adalah think-pair-share dan numbered head together.
1)    Sintaks think-pair-share
Pelaksanaan think-pair-share terdiri 3 langkah : thinking, pairing, dan sharing (Arends, 2008: 15-16).
Langkah pertama: thinking (berpikir)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan yang terkait dengan materi ajar dan memberikan waktu satu menit kepada siswa untuk memikirkan sendiri jawabannya.
Langkah kedua: pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa untuk mendiskusikan secara berpasangan tentang apa yang siswa pikiran
Langkah ketiga: sharing (berbagi)
Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi hasil diskusinya dengan seluruh siswa di kelas.
2)    Numbered heads together
Sintaks numbered heads together terdiri dari tiga langkah
  (Arends, 2008: 16), yaitu sebagai berikut.
Langkah pertama: numbering (penomoran)
Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 orang dan member setiap anggota kelompok tersebut nomor secara berurutan.
Langkah kedua: questioning (pengajuan pertanyaan)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan bias bervariasi.
Langkah ketiga: head together (berpikir bersama)
Para siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dari gurunya.
Langkah keempat: answering (pemberian jawaban)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya sama dengan nomor yang disebutkan guru mengangkat tangannya dan memberikan jawaban di depan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard I. (2008) Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Buku Dua. (Penterjemah: Helly Prayitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. (2003) Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Sanjaya, Wina. (2009) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Trianto. (2007) Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.