Rabu, 16 November 2011

Model-model Pembelajaran Kooperatif 2

Model Pembelajaran Kooperatif
1. JIGSAW (Gigi Gergaji)
Metode jigsaw dikembangkan pertama kali oleh Elliot Aronson. Metode ini merupakan metode pembelajaran koopeatif yang dikembangkan agar dapat membangun kelas sebagai komunitas belajar yang menghargai semua kemampuan siswa. Pemikiran dasar dari metode ini adalah kesempatan siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta diajar oleh sesama siswa untuk berbagi dengan yang lain., mengajar serta diajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dalam proses belajar dan sosialisasi yang berkesinambungan
Dalam pelaksanaan metode jigsaw, mula – mula siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari suatu materi tertentu. Kemudian siswa perwakilan kelompoknya masing – masing bertemu dengan anggota kelompok yang lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya mereka mendiskusikan, mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut. Pada tahap selanjutnya setelah masing-masing perwakilan  tersebut kembali ke kelompoknya masing – masing atau kelompok asalnya. Selanjutnya masing – masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga dapat memahami materi yang ditugaskan guru
Proses ini akan menguntungkan karena dalam pelaksanaan jigsaw memberi penekanan pada peranan masing – masing siswa, bekerjasama, saling bertukar pengetahuan, dan adanya saling kebergantungan positif diantara siswa karena masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan bagian materi atau tugas berlainan, selanjutnya siswa menyiapkan diri untuk tes individu.
Tujuan metode jigsaw adalah :
1)      Menyajikan metode alternatif selain ceramah
2)      Mengkaji kebergantungan positip dalam menyampaikan dan menerima diantara anggota kelompok dab mendorong kedewasaan berfikir
3)      Menyediakan kesempatan berlatih bicara dan mendengarkan untuk kognisi siswa untuk menyampaikan informasi
Selama pelaksanaan metode jigsaw guru memantau kerja kelompok – kelompok kecil untuk mengetahui bahwa kegiatan berlangsung lancar. Dalam metode ini guru tidak banyak menjelaskan materi kepada siswa sebagaimana yang terjadi pada proses belajar mengajar metode konvensional. Guru hanya perlu menyiapakan garis besar materi dalam pertanyaan yang akan menjadi petunjuk atau kerangka diskusi bagi kelompok ahli agar diskusi dapat terfokus. Disamping itu guru berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam kegiatan belajar – mengajar yang berlangsung.
Gambar ilustrasi kelompok  JIGSAW
Metode jigsaw memiliki beberapa kelebihan diantaranya :
1)      Memacu siswa berfikir kritis
2)      Memacu siswa untuk membuat kata – kata yang tepat agar dapat menjelaskan  kepada teman lain. Ini akan memacu siswa mengembangkan kemampuan verbal dan sosialnya
3)      Diskusi yang terjadi tidak di dominasi oleh siswa – siswa tertentu tapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif
Metode jigsaw juga memiliki beberapa kekurangan :
1)      Membutuhkan banyak waktu dibanding metode ceramah
2)     Bagi guru membutuhkan konsentrasi dan tenaga yang ekstra karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda
2. TAI (Teams Assisted Individualization)
TAI (Teams Asssisted Individualization) adalah metode pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin dapat diartikan sebagai kelompok yang dibantu secara individual. Merupakan metode pembelajaran kelompok dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu berperan sebagai assisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain yang kurang mampu dalam suatu kelompok. Dalam hal ini pendidik hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya
Pada pembelajaran TAI akan memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi yang lebih mengutamakan peran individu tanpa mengorbankan aspek kooperatif
Menurut Slavin (2008:195-200) secara umum TAI terdiri dari 8 komponen utama yaitu :
1)      Kelompok/Tim
Kelompok dalam pembelajaran TAI terdiri 4 – 5 orang siswa yang mewakili bagiannya dari kelas dalam menjalankan aktivitas akademik. Fungsi utama dari Teams adalah membentuk tim agar mengingat materi yang diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam mengerjakan lembar kerja sehingga bisa mengerjakan dengan baik. Dalam hal ini biasanya siswa menggunakan cara pembelajaran diskusi tentang masalah-masalah yang ada, membandingkan soal yang ada, mengoreksi beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami kesalahan. Anggota kelompok yang mengalami kesulitan belajar dapat bertanya kepada anggota yang telah ditunjuk sebagai assisten atau anggota lain yang lebih tahu.
2)      Tes Pengelompokkan
Siswa – siswa diberi tes awal program pembelajaran. Hasil dari tes awal digunakan untuk membuat kelompok berdasarkan point yang kita peroleh
3)      Materi Kurikulum
Pada proses pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat pada kurikulum yang berlaku dengan menerapkan tekhnik dan strategi pemecahan masalah untuk penugasan materi
4)      Kelompok belajar
Berdasarkan tes pengelompokan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa dalam kelompoknya mendengarkan presentasi dari guru dan mengerjakan lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada anggota lainnya atau assisten yang telah ditunjuk, kalau belum paham baru meminta penjelasan dari guru
5)      Penilaian dan pengakuan tim
Setelah diberikan tes kemudian tes tersebut dikoreksi dan dinilai berdasarkan kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat/penghargaan atau sejenisnya jika memenuhi atau melampaui kriteria yang telah ditentukan
6)      Mengajar kelompok
Materi yang belum dipahami oleh suatu kelompok dapat ditanyakan kepada guru dan guru menjelaskan materi pada kelompok tersebut. Pada saat guru mengajar siswa dapat sambil memahami materi baik secara individual maupun kelompok dengan kebebasan tapi bertanggung jawab. Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam pembelajaran TAI
7)      Lembar Kerja
Pada setiap subkonsep materi pokok diberikan lembar kerja secara individual untuk mengetahui pemahaman bahan atau materi dapat berupa ringkasan materi yang dipelajari di rumah kemudian pertemuan selanjutnya dikerjakan
8)      Mengajar seluruh kelas
Setelah akhir pengajaran pokok bahasan suatu materi guru menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir pembelajaran diberikan kesimpulan dari materi
Metode pembelajaran TAI dalam pelaksanaannya terbagi menjadi
1)      Pengelompokkan
Dalam proses pengelompokkan didasarkan pada proses belajar sebelumnya. Dalam hal ini hasil pretes materi yang  akan diajarkan
2)      Tahap penyajian materi
Pada tahap ini materi pelajaran diperkenalkan melalui penyajian kelas. Pada penyajian materi pelajaran ini dilakukan melalui :
1) Pengajaran kelompok
Jika terdapat materi pelajaran yang kurang dipahami dalam suatu kelompok maka kelompok tersebut dapat meminta guru menjelaskan materi yang belum dipahami tersebut, sedangkan kelompok lain yang sudah paham dapat melanjutkan pekerjaannya
2) Pengajaran seluruh kelas
Pengajaran ini dilakukan pada akhir proses pembelajaran. Guru menyimpulkan penekanan materi yang dianggap penting dalam pembelajaran, keaktifan siswa sangat diharapkan melalui pengajaran ini
3)      Kegiatan kelompok
Dari uraian diatas diatas dapat dilihat kelebihan TAI  yaitu :
1) Memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi
2) lebih menekankan kerjasama kelompok
3) Tiap kelompok mempelajari materi yang sama sehingga memudahkan guru dalam penanganannya
Selain itu TAI juga memiliki kelemahan yaitu :
1)  Lebih banyak membutuhkan waktu dibandingkan dengan metode ceramah
2) Siswa dalam satu kelompok mempelajari bagian materi yang sama sehingga tidak menutup kemungkinan ada siswa yang tidak mempelajarinya dan hanya bergantung pada teman satu kelompoknya
3) Seorang assisten belum tentu siswa yang benar – benar paling pintar dalam suatu kelompok
3. STAD ( Student  Team Achievment Division )
Student  Team  Achievment  Division  (STAD)  merupakan  pendekatan  pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Pembelajaran kooperatif  tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Pelaksanaan strategi belajar ini, siswa ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan yang terdiri dari 4-5 orang setelah guru menyampaikan bahan pelajaran dan mengharuskan semua anggota menguasai pelajaran  itu. Setelah melakukan kegiatan diskusi setiap anggota kelompok  akan  diberi  ujian  atau  kuis  secara  individu. Nilai  yang  diperoleh  setiap anggota  dikumpulkan  untuk  memperoleh  nilai  kelompok.  Sehingga  untuk mendapatkan  penghargaan,  setiap  siswa  dalam  kelompok  harus  membantu kelompoknya.
Pada  pembelajaran  kooperatif  teknik  STAD  siswa  belajar  dan  membentuk sendiri  pengetahuannya  berdasarkan  pengalaman  dan  kerjasama  setiap  siswa  dalam kelompoknya untuk menyelesaikan  tugas yang  telah diberikan kepada mereka, pada pembelajaran  ini  siswa  dilatih  untuk  bekerjasama  dan  bertanggung  jawab  terhadap tugas  mereka  sedangkan  guru  pada  metode  pembelajaran  ini  berfungsi  sebagai fasilitator yang mengatur dan mengawasi jalannya proses belajar.
Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada belajar kelompok siswa, menyajikan  infomasi  akademik  baru  kepada  siswa  setiap  minggu  menggunakan presentasi  verbal  atau  teks.  Secara  individu,  setiap minggu  atau  dua minggu  siswa diberi kuis. Dalam STAD, diskusi kelompok merupakan komponen kegiatan penting karena  sangat berperan  dalam  aktualisasi kelompok  secara  sinergis untuk mencapai hasil  yang  terbaik  dan  dalam  pembimbingan  antara  anggota  kelompok  sehingga seluruh anggota sebagai satu kesatuan dapat mencapai yang terbaik.
STAD dipandang  sebagai metode paling  sederhana dari dan paling  langsung dari  pendekataan kooperatif. Para guru menggunakan teknik STAD untuk mengajarkan  informasi akademik baru pada siswa setiap minggu melalui penyajian verbal  maupun  tertulis.langkah-langkah  pembelajaran  dengan  teknik STAD sebagai berikut:
1.    Guru menerangkan mengenai topik pembahasan
2.   Siswa di bagi dalam kelompok-kelompok yang  terdiri dari  lima sampai enam orang, dari kumpulan yang heterogen.
3.  Guru  memberikan  lembaran  tugas  akademik  untuk  tiap  anggota  kelompok       untuk didiskusikan bersama dan saling membantu untuk menguasai materi.
4.   Guru memberikan ujian secara individu-individu pada setiap siswa setiap dua minggu sekali untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap materi ajar.
5.  Setiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaanya terhadap bahan ajar, dan pada  individu  atau kelompok  yang mendapat prestasi paling  tinggi diberi penghargaan
Kegiatan/peranan  guru  dalam  pembelajaran  dengan  teknik  STAD,  sebagai berikut:
1.  Guru  menyampaikan  semua  tujuan  pembelajaran  yang  ingin  dicapai  pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar,
2.  Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan (demonstrasi)
atau teks
3.  Guru  menjelaskan  siswa  bagaimana  caranya  membentuk  kelompok  belajar
dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien,
4.  Guru  membimbing  kelompok-kelompok  belajar  pada  saat  mereka
mengerjakan tugas,
5.  Guru  mengetes  materi  pelajaran  atau  kelompok  menyajikan  hasil-hasil
pekerjaan mereka
6.  Guru  memberikan  cara-cara  untuk  menghargai  baik  upaya  maupun  hasil
belajar individu dan kelompok.
4. NHT (Number Heads Together)
Pembelajaran  kooperatif  tipe NHT  dikembangkan  oleh  Spencer Kagen  (1993). Pada  umumnya  NHT  digunakan  untuk  melibatkan  siswa  dalam  penguatan pemahaman  pembelajaran  atau  mengecek  pemahaman  siswa  terhadap  materi pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif  tipe NHT merupakan salah satu  tipe pembelajaran kooperatif   yang   menekankan   pada   struktur   khusus   yang   dirancang   untuk mempengaruhi   pola   interaksi   siswa   dan   memiliki   tujuan   untuk   meningkatkan penguasaan  akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen  dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para  siswa dalam menelaah bahan yang  tercakup dalam  suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ibrahim mengemukakan   tiga   tujuan   yang   hendak   dicapai   dalam  pembelajaran   kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1.  Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2.  Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara  lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau   menjelaskan   ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya
Penerapan   pembelajaran   kooperatif   tipe  NHT merujuk   pada   konsep  Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a. Pembentukan kelompok
b. Diskusi masalah
c. Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi
enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pembelajaran (RP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam   pembentukan   kelompok   disesuaikan   dengan   model   pembelajaran kooperatif  tipe NHT.  Guru membagi  para siswa menjadi  beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang  siswa.  Guru memberi  nomor  kepada  setiap  siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.  Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari   latar belakang sosial,   ras,  suku,   jenis kelamin dan kemampuan belajar.  Selain  itu,  dalam pembentukan kelompok digunakan nilai   tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok,   tiap kelompok harus  memiliki  buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari.  Dalam kerja kelompok  setiap  siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang  telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang  telah diberikan oleh
guru.  Pertanyaan dapat  bervariasi,  dari  yang bersifat  spesifik sampai  yang bersifat
umum
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam  tahap   ini,   guru  menyebut   satu   nomor   dan   para   siswa   dari   tiap kelompok dengan nomor  yang sama mengangkat   tangan dan menyiapkan  jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama   siswa  menyimpulkan  jawaban   akhir  dari   semua  pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Ada   beberapa   manfaat   pada   model   pembelajaran   kooperatif   tipe   NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh   Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi.
5. TGT ( Teams Games Tournament )
Seperti halnya dengan   Student Teams Achievement Divisions (STAD), TGT juga membagi siswa dalam tim belajar yang beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku (Slavin: 1994). Dalam metode Teams Games Tournaments (TGT), untuk menambah skor perolehan tim/kelompok setelah pelaksanaan kuis, antar kelompok dipertandingkan suatu permainan edukatif (Educative Games). Jadi, guru harus mempersiapkan suatu permainan yang bersifat mendidik yang dimainkan siswa setelah pelaksanaan kuis. Dengan demikian, siswa memainkan permainan dengan anggota-angota kelompok lain untuk memperoleh tambahan skor/poin bagi tim mereka      
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
6. CIRC ( Cooperative Integrated Reading and Composition )
CIRC ( Cooperative Integrated Reading and Composition ), termasuk salah satu tipe model pembelajaran Cooperative Learning. Pada awalnya, model CIRC diterapkan dalam pembelajaran Bahasa. Dalam kelompok kecil, para siswa diberi suatu teks/bacaan (cerita atau novel), kemudian siswa latihan membaca atau saling membaca, memahami ide pokok, saling merevisi, dan menulis ikhtisar cerita atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita, atau untuk mempersiapkan tugas tertentu dari guru (Mohamad Nur, 1999: 21).
Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.  Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagaimya. Salah satu ciri pembelajaran kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut. Slavin ((1995:98) menyatakan bahwa “in addition to solving the problems of management and motivation in individualized programmed instruction, CIRC was created to take advantage of the considerable socialization potential of cooperative learning”.
Kegiatan pokok dalam CIRC untuk memecahkan soal cerita meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yakni:
(1) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca
(2) membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel tertentu,
(3) saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita
(4) menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut (menuliskan urutan komposisi penyelesaiannya
(5) saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi).
Dengan mengadopsi model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC untuk melatih siswa meningkatkan keterampilannya dalam menyelesaikan soal cerita, maka langkah yang ditempuh seorang guru mata pelajaran adalah sebagai berikut.
a. Guru menerangkan suatu pokok bahasan tertentu kepada para siswanya (misalnya dengan metode ekspositori).
b. Guru memberikan latihan soal termasuk cara menyelesaikan soal cerita.
c. Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya dalam menyelesaikan soal cerita melalui penerapan Cooperative Learning tipe CIRC.
d. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa (Learning Society) yang heterogen. Setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 siswa.
e. Guru mempersiapkan 1 atau 2 soal cerita dan membagikannya kepada setiap siswa dalam kelompok yang sudah terbentuk.
f. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi
serangkaian kegiatan spesifik sebagai berikut.
1)  Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal cerita tersebut.
2) membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita,termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel tertentu.
3)  saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita.
a) menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut (menuliskan urutan komposisi penyelesaiannya).
b)  saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi).
c)  menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru.
g. Setiap kelompok bekerja berdasarkan serangkaian kegiatan pola CIRC (Team Study). Guru berkeliling mengawasi kerja kelompok.
h. Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada kelompok secara proporsional.
i.  Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal cerita yang diberikan guru.
j. Guru meminta kepada perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan temuannya di depan kelas.
k.  Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan.
l.  Guru memberikan tugas/PR soal cerita secara individual kepada para siswa tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
m. Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing.
n. Menjelang akhir waktu pembelajaran, guru dapat mengulang secara klasikal tentang strategi pemecahan soal cerita.
o. Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi yang ditentukan.
7. Make a Match (Mencari Pasangan)
Teknik   metode   pembelajaran  make   a   match  atau   mencari   pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).  Salah satu keunggulan  tehnik  ini  adalah siswa  mencari  pasangan  sambil  belajar  mengenai   suatu konsep   atau  topik dalam suasana  yang  menyenangkan.  Langkah-langkah  penerapan  metode  make  a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk  sesi   review,   satu bagian kartu  soal  dan bagian  lainnya  kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama  unsur dalam bahasa  Indonesia akan berpasangan dengan Lambang unsur dalam sistem periodik unsur (SPU).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat   menemukan   kartu   soal   atau   kartu   jawaban)   akan   mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.Setelah satu babak,  kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa  juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa  lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Guru   bersama-sama   dengan   siswa  membuat   kesimpulan   terhadap  materi pelajaran
8. GI (Groups Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat kemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d.Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya
9. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
  1. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
  2. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
  3. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
  4. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
B. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEMenyenangkan.’
C. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?
Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama PEMBELAJARAN. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru

DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000.  Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press
Roestiyah, N.K. 2001.  Strategi Belajar Mangajar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Slavin, Robert E.  (1995). Cooperative  learning. Theory, Research and Practice, Second Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Sumantri, Mulyani , dan Johar Permana. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : CV Maulana

0 komentar: